ArtikelBERITA TERKINILAMPUNGLampung TimurOpini

Pemangku Kepentingan Boemi Tuah Bepadan Butuh Nutrisi

Oleh : Wahyudi

Kabar gembira bagi sebagian kalangan melinial untuk penerus abdi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tanggal 17 Oktober lalu, Pemerintah Lampung Timur (Lamtim) mengeluarkan surat edaran akan segera membuka penerimaan tenaga kontrak anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk mengantisipasi kurangnya jumlah personil dalam penegak peraturan daerah di wilayah tersebut.

Penerimaan tersebut menjadi salah satu perbincangan hangat baik dari kalangan atas sampai kalangan bawah, untuk mengisi format kouta sebanyak 155 anggota, yang akan mendapatkan predikat sebagai tenaga kontrak Satpol-PP Lamtim tahun ini.

Dalam situasi seperti ini, bukan rahasia umum lagi, pemangku kekuasaan menggunakan kepiawaian nya dalam pengretrutment calon tenaga kontrak Satpol-PP ini. Tentu jadwal sudah disusun sedemikian rupa mulai dalam perencanaan dan mekanisme yang akan di terapkan pada 28 sampai 30 Oktober 2019.

Mulai dari syarat memiliki ijazah SMA/SLTA sederajat, Usia 18-35 tahun, tinggi badan minimal laki-laki 163 cm sedangkan bagi perempuan 155 cm, dengan berat badan seimbang sesuai ketentuan berlaku ditambah lagi adanya adu kekuatan dari kalangan elit berdasi.

Sudah barang tentu, dari kalangan masyarakat mempunyai perspektif yang berbeda tergantung ada ganjalan dan berat timbangan maap warna coklat di kolong meja. Akan tetapi, paradigma masyarakat seperti ini bukan rahasia umum lagi, dalam benak orang tua, yang sebagian mengandalkan menghidupi keluarga dari lahan pertanian, sudah menyiapkan bunga merah dan bunga biru untuk memuluskan mendapatkan seragam dan predikat sebagai seorang tenaga kontrak.

Sudah semestinya, warga negara menginginkan penyelenggaraan negara yang good governance, yaitu pemerintahan yang efektif, efisien, transparan, akuntabel, dan bertanggung jawab.

Dibuktikan baru – baru ini, Kepala Satpol PP Lampung Timur Ahmad Badrullah sudah gamblang mengungumkan pembukaan pendaftaran penerimaan tenaga kontrak Satpol-PP dalam siaran pers nya di media online dan cetak.

“Kebutuhan ini sudah tertuang dengan surat keputusan Bupati Lampung Timur nomor B.431/05-SK/2019 tanggal 26 September 2019 tentang Penetapan Penambahan Tenaga Kontrak Satpol-PP LamTim tahun 2019,” terangnya, Minggu (20/10/2019) melalui sambungan telepon, dikutip dari pemberitaan beberapa media lokal di Lampung.

Dalam keterangannya, Ahmad Badrullah menyampaikan bahwa dalam upaya mengawasi ketaatan masyarakat terhadap pelakasanaan peraturan daerah maka dibutuhkan sumberdaya manusia yang memadai yang mana dalam hal ini dimaksudkan kepada Satuan Polisi Pamong Praja.

“Penerimaan tenaga kontrak Satpol PP Kabupaten Lampung Timur tahun 2019 ini adalah suatu kebutuhan dimana Satpol PP mempunyai tugas pokok dan fungsi mengawasi ketaatan masyarakat terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, maka dari itu untuk mewujudkan tugas-tugas dimaksud maka sangat dibutuhkan SDM yang memadai dan jumlah personil yang cukup,” ucap pria yang akrab di sapa Bob itu.

Bukan hanya itu, Ia menambahkan bahwa jumlah Satpol-PP Kabupaten Lampung Timur saat ini berjumlah 349 personil yang terdiri dari 64 orang PNS, pegawai harian lepas (PHL) sebanyak 51 orang dan Tenaga kontrak 234 orang. Dari jumlah tersebut Ahmad Badrullah mengatakan bahwa masih mengalami kekurangan personil.

“Dengan bebagai pertimbangan, seperti kondisi luas wilayah yang sangat luas, jumlah penduduk yang lebih dari 1 juta orang, jarak antara kecamatan sangat jauh dan banyaknya jumlah kecamatan yakni sebanyak 24 kecamatan perkecamatan hanya ada 1 orang personil saja yang ditugaskan,” jelasnya.

Disampaing itu juga, saat ini di Boemi Tuah Bepadan akan terjadi penggantian kekuasaan Bupati dan Wakil Bupati, dibuktikan terciumnya harum semerbak di setiap Sekretariat atau Kantor Partai Politik (Parpol) membuka Penjaringan Pemilihan Bakal Calon Kepala Dan Wakil Kepala Daerah Tahun 2020 – 2025.

Jadi wajar saja, kalau sebagaian masyarakat memiliki kecurigaan atas pergantian kursi singgasana dan pergulatan politik tahun depan, akan mewarnai muncul dalam benak pemikiran kalangan masyarakat yang berpotensi adanya kecurangan, Favoritisme, Kolusi dan Nepotisme pada saat penerimaan calon anggota Satpol-PP, karena di nilai itu adalah asupan nutrisi di peruntukan tahun depan.

Dugaan-dugaan seperti itu dapat di khawatirkan, mengingat akan mudah terjadi pemberian uang pelicin atau fasilitas (gratifikasi) tertentu kepada pejabat pemerintah agar kepentingan pihak-pihak tertentu tercapai. Bukan kah hak-hak asasi manusia itu sama-sama dalam mata hukum dan negara, untuk mendapatkan kehidupan yang layak.

Kalaupun ini menjadi ajang mencari asupan gizi, hal seperti ini sangat menodai proses mewujudkan Good Governance dalam sistem pemerintahan republik Indonesia. Berdasarkan definisi yang berikan World Bank, Good Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara administratif, menjalankan disiplin anggaran, serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha.

Konsep Good Governance merupakan sebuah terobosan yang mutakhir bagi pemerintah dalam menciptakan kredibilitas publik dan sistem manajerial yang handal.  Menurut Bappenas Republik Indonesia, terdapat 14 prinsip yang menunjukkan tata kelola pemerintahan yang baik atau good governance, yaitu : wawasan ke depan (visionary), keterbukaan dan transparansi (openness and transparancy), partisipasi masyarakat (participation), akuntabilitas (accountability), supremasi hukum (rule of law), demokrasi (democracy), profesionalisme dan kompetensi (profesionalism and competency), daya tanggap (responsiveness), efisien dan efektif (efficiency and effectiveness), desentralisasi (decentralization), kemitraan dengan dunia usaha swasta dan masyarakat (private sector and civil society partnership), komitmen pada pengurangan kesenjangan (commitment to reduce inequality), komitmen pada lingkungan hidup (commitment to environmental protection), komitmen pada pasar yang fair, yaitu tidak ada monopoli, berkembangnya masyarakat, dan kompetisi yang sehat (commitment to fair market).

Era reformasi menuntut adanya perbaikan tata kelola penyelenggaraan negara, termasuk birokrasi pemerintahannya. Pada kenyataannya, setelah era reformasi berjalan kurang lebih 15 tahun, penerapan Good Governance di Indonesia belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai dengan cita-cita reformasi. Sampai saat ini, selain masih banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan keuangan negara, permasalahan utama yang terlihat dalam pengelolaan negara adalah ketidakmampuan pemerintah dalam memberikan pelayanan yang baik dan komprehensif kepada publik. Hal ini tentunya menciptakan kekecewaan publik terhadap kinerja pemerintah.  Buruknya kinerja pemerintah, diduga disebabkan oleh masih banyaknya kelemahan yang ada pada internal organisasi pemerintah.

Secara umum, dapat dikatakan bahwa tata kelola pemerintahan saat ini belum pada kondisi yang ideal bila mengacu pada prinsip-prinsip Good Governance. Untuk dapat mewujudkan Good Governance, hal yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah “Optimalisasi Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance” yang bertujuan meningkatkan kinerja (Performance) pemerintah.

Saat ini, sebagai salah satu upaya mewujudkan Good Governance, pemerintah Indonesia telah berupaya melaksanakan reformasi birokrasi di lingkungan organisasi publik. Pemerintah Indonesia telah membuat Grand Design Reformasi Birokrasi Nasional Tahun 2010-2025 melalui Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010.  Kebijakan ini kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 20 Tahun 2010.

Akan di khawatir sangat mudah dan rapih dalam penerimaan calon anggota Satpol-PP, terjadinya seperti Kolusi dan Nepotisme.

Mengingat Dampak Kolusi,

Kolusi yang terjadi secara terus menerus akan menimbulkan dampak buruk bagi banyak pihak. Adapun beberapa dampak perilaku kolusi adalah sebagai berikut:

Terjadi kesenjangan sosial di masyarakat dan ketidakadilan di berbagai bidang kehidupan.

Proses pertumbuhan ekonomi dan investasi menjadi terhambat sehingga pengentasan kemiskinan menjadi terhambat.

Terjadi pemborosan terhadap sumber daya, baik itu sumber daya manusia maupun sumber daya ekonomi.

Terjadi ketidakselarasan antara fungsi, tujuan, dan mekanisme proses (sesuai prosedur dan hukum) dengan praktiknya.

Nah, begitulah kira-kira kolusi terjadi, sama-sama jahat bukan? Sekarang terakhir adalah nepotisme. Salah satu singkatan dari KKN ini juga sama bahayanya lho. Kenapa sih bahaya? Mari kita bahas lebih lanjut serba-serbi dari nepotisme.

Kalau praktek Nepotisme

Nah, pengertian nepotisme secara umum adalah suatu tindakan seseorang yang memanfaatkan jabatan atau posisi untuk mengutamakan kepentingan keluarga atau kerabat di atas kepentingan umum dengan memilih orang bukan atas dasar kemampuannya tetapi atas dasar hubungan keluarga atau kedekatan.

Biasanya hal ini dilakukan di sebuah kelembagaan negara dengan mengangkat kerabatnya ke jabatan yang lebih tinggi. Mungkin mereka mempunyai hubungan darah atau pernah satu almamater. Atau bisa juga untuk membalas budi kejadian masalalu.

Secara etimologis, istilah nepotisme berasal dari bahasa Latin, yaitu nepos yang artinya keponakan atau cucu. Sehingga kata nepotisme dapat didefinisikan sebagai tindakan pemilihan orang bukan berdasarkan kemampuannya, tetapi atas dasar hubungan kekeluargaan atau kedekatan semata.

Ciri-Ciri Nepotisme

Praktik nepotisme dapat dikenali dengan memperhatikan beberapa ciri-cirinya, misalnya :

Penempatan atau pemberian posisi tertentu tidak berdasarkan kemampuan atau keahlian, tetapi karena ada hubungan keluarga atau kedekatan.

Kurang atau tidak ada kejujuran seseorang dalam menjalankan amanat yang diberikan kepadanya. Misalnya menutup kesempatan bagi seseorang yang memiliki hak dan kemampuan.

Biasanya di tambah Ikatan Keluarga

Nepotisme ikatan kekeluargaan merupakan bentuk nepotisme yang paling sederhana dan mudah dikenali. Misalnya, posisi tertentu di jajaran pegawai negeri banyak yang berasal dari keluarga yang sama. Hal ini bisa diketahui dari kemiripan wajah dan nama belakang yang sama.

Sebaiknya jika pembukaan calon anggota Satpol-PP resmi dibuka, pemengku kewenangan harus mengedepankan kualitas dari pada kualitas untuk mencapai penerimaan yang bersih dan adil tidak memanfaatkan momentum yang ada. Karena di khawatirkan yang notabene adalah abdi negara akan tidak maksimal dalam menjalankan tupoksi sebagai penegak peraturan daerah.

Klik Gambar

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button